adsense link 728px X 15px

Friday, September 23, 2011

RAJA OYO DARI KERAJAAN TORO, AFRIKA


RAJA OYO DARI KERAJAAN TORO, AFRIKA
Dinobatkan di Usia 3 Tahun

 

Raja Oyo dari Kerajaan Toro di Afrika ini di usia 3 tahun dinobatkan sebagai raja, hingga dicatat dalam Guiness Book of Record sebagai raja terkecil ri dunia. Saat ini di usianya 18 tahun diresmikan sebagai pemegang penuh kekuasaan di negerinya meskipun tetap sebatas masalah budaya. Ia menjadi raja termuda di dunia yang dikenal saat ini. 



Kerajaan Toro di Afrika dengan ibukotanya Fort Portal, tepatnya di bagian barat selatan Uganda, rakyatnya tengah bersuka cita. Yang mulia raja mereka pada siang nan cerah itu diresmikan sebagai raja yang berkuasa penuh. Memang, Raja Oyo yang bergelar lengkap Rukirabasaija Oyo Nyimba Kabamba Iguru Rukidi IV, sudah dinobatkan sejak masih berusia 3 tahun. Namun sebelum genap 18 tahun, ia belum dapat memegang tampuk kekuasaan.

Orang-orang Botooro, sebutan bagi rakyat toro berbondong-bondong memeriahkan peresmian Sang Raja. Selain itu hadir pula anggota parlemen, perdana menteri hingga dewan kerajaan. Juga tamu-tamu dari kerajaan-kerajaan di Afrika lainnya termasuk Presiden Uganda Yoweri Museveni, yang menjadi salah satu penasihatnyasewaktu ia masih sangat muda. Acara penobatan Raja Ke-12 di Kerajaan Toro itu berlangsung meriah.

Rakyat Toro lalu memberinya  tombak, simbol dari perannya sebagai pelindung mereka. Raja Oyo jugalah yang akan mengawasi kabinet, termasuk perdana menteri, dewan bupati serta anggota dewan. Di hari penobatannya, sang bunda Ratu Kemigisa menghadiahinya mobil Marcedes Benz.

DITINGGAL AYAH DI USIA 3 TAHUN


Raja kelahiran 1992 itu baru berusia 3 tahun ketika ayahya, Raja Kaboyo, meninggal. Sebagaimana umumnya tradisi kerajaan, pewarisnya adalah anak laki-laki sang raja. Tak bisa menunggu lama, seminggu setelah pemakaman Raja Kaboyo, ritual untuk menyerahkan kekuasaan pada Oyo pun dimulai. Setelah itu tahun-tahun sebagai balita harus dilaluinya sebagai seorang raja, meski tanpa kekuasaan.

Meskipun baru terjadi duka cita mendalam, ritual permahkotaan Pangeeran Oyo pada 12 September 1995 itu tetap meriah. Dimulai dengan tradisi ‘pertempuran’ di pintu masuk istana antara pasukan musuh seorang pangeran pemberontak dengan tentara kerajaan yang sah. Pertempuransimbolis itu merupakan sarana uji hak ilahi Oyo untuk takhta. Pra Omusuga, kepala klan kerajaan meminta dewa untuk melindungi Oyo, karena ia akan mati jika tidak berdarah bangsawan. Setelah lulus tes, raja kecil pun diizinkan bersuara. Kemudian Oyo diberkati dengan darah banteng dan ayam putih yang disembelih.

Karena ia masih sangat kecil, untuk membantunya memerintah, Raja Oyo memiliki tiga pembantu utama yang berfungsi sebagai wakil dan penasihatnya, juga bertugas merawat, mengawasi, serta mendidik Raja Oyo agar kelak pada usia 18 tahun siap memasuki peran raja yang sesungguhnya. Tiga perwakilan itu adalah ibunya, Ratu Kemigisha, bibinya, Elizabeth Bagaaya, serta Presiden Uganda, Yoweri Museveni.

Sebagai calon raja, meski ia masih anak-anak, Oyo tetap harus menjalankan tugas-tugas resminya seperti menerima wakil-wakil rakyatnya untuk mengonsultasikan seputar kepentingan mereka dan solusinya. Raja Oyo menerima salam hormat mereka dan mendengarkan pembicaraan. Keputusan masih di tangan tiga dewan atau pembantunya.

Di luar tugas-tugas resmi, Raja Oyo itu bersekolah dan bermain-main bersama kawan-kawannya. Tentu saja, dengan statusnya ia harus dikawal setiap saat. Oyo kecil juga sempat sekolah dasar di London selama 2 tahun sebelum pindah ke sekolah internasional di Uganda. Ia bilang sangat menikmati bersekolah di sana karena ia senang pelajaran seni, musik, matematika, dan renang.

TUGASNYA LEBIH UNTUK BUDAYA


Lima belas tahun kemudian Pangeran Oyo dinobatkan kembali sebagai raja yang akan menjalankan kekuasaan dengan sebenarnya. Ritual dilakukan di tengah-tengah kerumunan keluarga istana dan warga. Ritual lalu berlanjut dengan memasuki istana sebagai penguasa baru dari Kerajaan Toro, dilayani untuk mencicipi makanan pertamanya sebagai raja, lalu duduk di pangkuan seorang perawan dan bersumpah setia di depan mahkotanya sambil berbaring di tanah.

Ritual budaya itu diikuti dengan upacara keagamaan dipimpin oleh Anglikan uskup, Eustace Kamanyire. Presiden Uganda, Yoweri Museveni Kaguta menghadiri perayaan penobatan dan membayar upeti kepada raja yang baru.

Saat penobatan, doa-doa syukur dilantunkan Uskup Eustace Kamanyire dalam khotbahnya, “Kami berterima kasih kepada Tuhan yang telah membuat Anda tumbuh dari kecil untuk menjadi dewasa. Orang-orang yang Anda pimpin sangat penting karena Anda datang dengan kemuliaan.”

Setelah dinobatkan sebagai penguasa Kerajaan Toro, tiga perwakilan itu pun dibubarkan. Dengan usianya itu, Raja Oyo dianggap sudah dewasa sehingga mampu membuat keputusan kerajaan atas inisiatifnya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan para penasihatnya.

Namun sesuai dengan perkembangan zaman, kerajaan-kerajaaan kecil di bagian dunia lainnya pun terimbas makin kecil dan tak punya kekuasaan yang berarti. Demikian pula Kerajaan Toro. Raja Oyo pun lebih berfungsi sebagai simbol kekuasaan yang diakui orang-orang Batooro.

Di wilayah Uganda, pemerintah pusat melarang sistem kerajaan pada tahun 1967. Namun pada era 90-an, Presiden Uganda membolehkan kembali dihidupkannya empat kerajaan, Bunyoro, Buganda, Ankole, dan Toro yang merupakan klan-klan besar yang telah terorganisir baik. Namun dengan syarat bahwa pemimpin mereka lebih fokus pada budaya dan berkuasa sangat terbatas pada politik nasional.

Peran raja termuda di dunia ini pun mesi memiliki dewan negara dan perdana menteri lebih meliputi promosi budaya, membantu mengumpulkan dana untuk masalah-masalah kesehatan dan pendidikan di kerajaannya. Ia juga membantu mengawasi uang pajak kerajaannya yang didapat dari pemerintah Uganda.

BERTAHAN HINGGA RATUSAN TAHUN

Kerajaan yang diperintah oleh Dinasti Babiito sejarahnya dimulai sejak abad ke-14, dan diperintah Pangeran Olimi Kaboyo Kasunsunkwanzi. Sang raja adalah putra Raja Bunyuro yang telah menaklukkan wilayah bagian selatan Kerajaan Bunyuro pada tahun1822 dan mendirikan negeri yang dikenal sebagai Toro hingga hari ini.

Raja baru ini konon diterima hangat oleh rakyat Batooro, yang menerimanya sebagai Rukirabasaija Omukama Kaboyo Olimi I. Di bawah Raja Olimi I, kerajaan baru ini melalui tahun-tahun awalnya dengan sangat baik dan bertahan lebih dari satu abad menikmati kemakmuran, kesejahteraan dan penuh kedamaian. Mampu bertahan hingga ratusan tahun kerajaan dari salah satu klan cukup besar di Afrika itu akhirnya berada di bawah kekuasaan Raja Patrick David Mathew Kaboyo Olimi III, ayah Raja Oyo hingga ke Raja Oyo sendiri.

Saat ini Raja Oyo menjadi salah satu raja termuda di samping Raja Buthan, Jigme Khesar Namgyal Wangchuck. Akankah ia mampu memimpin negeri kecilnya, meski sebagai simbol saja? Yang jelas rakyatnya, masyarakat Batooro sangat optimis dan mempercayainya. Apalagi ia telah ditempa tiga wakilnya, terutama oleh Presiden Uganda sendiri, meskipun tentunya dengan motif politis untuk kepentingannya juga.

Seusai dinobatkan, Sang Raja baru itu tak membuang-buang waktu untuk bekerja. Perintah pertamanya adalah mendesak warga untuk bekerja keras guna mencapai swasembada pangan dengan memanfaatkan seluruh potensi kekayaan pertanian di wilayah kerajaannya. Daerah Toro dikenal memiliki tanah cokelat kaya hara yang subur dengan sumber utama pisang dan produk pertanian lainnya.

No comments:

Post a Comment